|
Sampah oh Sampah_rul |
by: H.Asrul Hoesein
PERMASALAHAN sampah menyimpan pertanyaan dan misteri besar, bagaimanakah strategi dan langkah-langkah penyelesaiannya? Namun sampah sebenarnya sangat unik dan menarik untuk di kaji lebih dalam. Sampah yang setiap hari dihasilkan, baik dari rumah tangga, pasar dan lain-lain, adalah sumber daya ekonomi yang mesti dijaga dan dikelola dengan baik.
Pemerintah pun telah mengeluarkan kebijakan UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah serta kebijakan lainnya yang menyusul kebijakan tersebut, namun hal ini belumlah cukup bila pemerintah tidak mengarahkan atau mengajarkan kepada masyarakat bagaimana seharusnya sampah itu di kelola, atau setidaknya pemerintah harus berupaya mensosialisasi akan perlunya perubahan paradigma tentang ‘mengelola’ sampah, bahwa sampah itu bukan masalah tapi sebuah anugerah dan berkah dari sang pencipta yang harus diberdayakan.
Upaya pemerintah kab/kota di Indonesia untuk mencari tempat pembuangan sampah yang representatif mengalami kesulitan, karena pendekatannya bukan mengolah, melainkan membuang sampah. Pada akhirnya hanya berupaya mencari lahan kosong dan kemudian berpindah lagi jika telah penuh atau dianggap tidak layak. Ini hampir menyerupai gaya petani nomaden yang suka berpindah-pindah lahan untuk bercocok tanam. Kalaupun saat ini ditemukan, namun memang sering ada beberapa daerah yang menata TPA atau wilayah lainnya, seperti TPS, Pasar Tradisional atau sumber sampah lainnya, tapi hanya sekedar menghadapi sebuah acara, even atau semacam penilaian Piala Adipura, namun setelah itu timbul pertanyaan, kenapa pengelolaan tidak sustainable (berkelanjutan)
Pola Inti Plasma Dalam Pengelolaan Sampah
Untuk ke depan, diharapkan adanya perubahan-perubahan kebijakan dan langkah yang mendasar dari pemerintah kab/kota. Pemerintah kab/kota mestinya sudah mulai mempersiapkan diri untuk segera menghentikan bentuk sentralisasi dalam pengelolaan sampah menjadi bentuk se-Desentralisasi (sentralisasi desentralisasi) . Saat ini masyarakat telah mengetahui kinerja perusahaan daerah kebersihan yang tidak berhasil dalam pengelolaannya, bahkan kadang TPA, telah berpartisipasi dalam bencana yang menimpa masyarakat sekitarnya. Maka upayanya, segera se-desentralisasi-kan dan atau privatisasikan pengelolaan sampah kota kepada pihak swasta atau Pengelolaan sampah berbasis komunal (libatkan langsung masyarakat)
Langkahnya saya kira, dengan menumbuhkan dan mengikutsertakan masyarakat Kelompok Usaha Bersama (KUB) atau pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang sanggup mengelola sampah kota di lingkungan setingkat kelurahan/kecamatan. Sedangkan target pihak UKM (swasta) tadi adalah minimal sisa sampah yang selama ini tidak bisa terangkut ke TPA yang ada dapat diselesaikan (dikelola). Dengan pola ini, pemberian peran kepada pihak swasta harus dilakukan dengan kebijakan yang sama, termasuk kepada PD/Dinas Kebersihan Kebersihan sendiri. Artinya, sisi bisnisnya diserahkan kepada mekanisme pasar, tidak boleh ada intervensi yang memihak kepada salah satu pihak, atau dimonopoli sendiri oleh pemerintah.Pola yang lain seperti Dinas Kebersihan atau PD Kebersihan hendaknya diarahkan menjadi salah satu perusahaan pemasok dan pengolah sampah daur ulang saja, namanya pun perlu diubah supaya lebih jelas menjadi PD Pengelola Sampah Kota dengan spesifikasi dan kompetensi bidang usahanya yaitu jasa pemasok dan pengolah sampah daur ulang, bisa berupa produksi pupuk kompos (sampah organic padat dan cair) atau produksi plastic film grade dan non film grade (sampah anorganik), nanti industri ini yang mendukung pengelolaan sampah kota oleh masyarakat (home industri) yang didirikan di wilayahnya atau wilayah sumber sampah, ini juga bisa disebut pola usaha inti-plasma, Dinas Kebersihan atau PD. Kebersihan sebagai usaha inti dan masyarakat pengelola (KUB atau UKM) sebagai usaha plasma. Hal ini penulis sarankan sebagai bentuk pengelolaan yang ideal (se-Desentralisasi) karena berbasis masyarakat (komunal), dimana masyarakat sendiri sebagai produsen sampah serta pemerintah (Usaha Inti) mensubsidi Kantung Kresek Sampah kepada masyarakat (terjadi subsidi silang).Sangat luar biasa, jika kebijakan dalam pengelolaan sampah kota pun dilakukan demikian. Masyarakat pasti tidak perlu lagi dipungut biaya-biaya apa pun (retribusi) untuk sampah, bahkan pihak pengelola dari perusahaan pengolah kompos/perusahaan daur ulang disyaratkan dapat menyediakan minimal 2-3 tong sampah untuk warga masyarakat, masing-masing untuk sampah organik, anorganik, dan sampah-sampah berbahaya lainnya. Sampah yang telah terpilah dibeli oleh perusahaan tersebut, juga masyarakat diberi reward karena misalnya, telah berhasil memilah sampah organik dan anorganik serta sampah berbahaya lain dari rumah tangganya dengan baik dan kontinu sesuai dengan permintaan pihak pengelola sampah, hal ini juga sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah tersebut.
Pemerintah Kab/Kota di seluruh Indonesia diharapkan tidak lagi memaksakan diri untuk mempertahankan status PD. Kebersihan, tapi harus lebih realistis melihat sisi manfaat dan dampaknya. Perubahan status ini memang tidak terlepas dari peran dan dukungan pihak legislatif. Untuk itu, diharapkan juga kalangan DPRD Kab/Kota ikut memikirkan secara serius dan objektif perubahan kebijakan pengelolaan sampah ini. Jangan sampai jadi masalah terus, apalagi karena sampah sampai merenggut korban jiwa. Kasihan bukan ?
Bagaimana pendapat teman semuanya, mari kita memberi masukan/saran kepada pemerintah / masyarakat agar problem sampah ini dapat teratasi., atau memberi karya nyata, terkhusus di lingkungan kita masing-masing, mulai yang kecil (pilah sampah di rumah tangga). Katanya kecil itu indah.
Info sekaitan dgn bahasan ini bisa baca di Klik
di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri sumbang Saran Untuk Indonesia Hijau, Terima kasih atas Kunjungan dan Komentarnya, Sukses untuk Anda...Salam Hijau Indonesia.