Sampah itu menjijikan. Tapi bagi Hidayat, sampah bisa mendatangkan rezeki yang berlimpah ruah. Lewat bendera PT. Mitratani Mandiri Perdana alias Mittran, Hidayat berhasil menjadi pengusaha pengolah sampah dan menghasilkan beberapa produk yang siap jual. Seperti, pupuk organic dan biomassa.
Sebelum terjun ke bisnis produk buangan masyarakat ini, Hidayat sudah lebih dulu berkibar sebagai pengusaha pelbagai produk pertanian. Mittran boleh dibilang sudah malang-melintang menjajakan beragam produk pertanian. Sebutlah beragam jenis pupuk dan pestisida, puluhan model alat-alat pertanian, aneka benih, kursus usaha agribisnis, berbagai jenis mesin pertanian, hingga konsultasi bisnis. Malah, Mittran juga pernah menawarkan jasanya sebagai pialang jual-beli berbagai komoditas.
Pengalaman yang segudang di lahan pertanian ini seolah melenceng dari latar belakang Hidayat. Besar dalam pendidikan tentara dan ibu seorang guru, ia dituntut harus menuruti kehendak orang tua yang ingin anak tunggal mereka bisa berkarier dengan benar. Hingga, Hidayat yang sedari kecil sangat menyukai dunia pertanian harus mengalah untuk kuliah di bidang studi pilihan orang tua yang diyakini punya masa depan cerah, yakni ekonomi.
Sampah sumber rezeki
Nah, dari dua kutub ilmu pengetahuan, pertanian dan ekonomi, Hidayat menemukan satu kombinasi yang unik dalam memulai jalan hidupnya. “intinya, saya bukan tipe orang yang bisa disuruh-suruh,” ucapnya mengomentari keinginan menjadi wirausaha.
Sambil kuliah, Hidayat masih getol bergelut dengan dunia pertanian. Segala perkembangan di seputar usaha cocok tanam ini selalu ia ikuti. Sehingga, ia pun punya kesimpulan: ada satu faktor lagi di dunia pertanian yang bisa membuat lebih berkembang selain budidaya. Yakni, nilai bisnis yang belum tergali. “inilah yang membuat saya berkecimpung di dunia ini,” katanya.
Selepas tamat kuliah, tahun 1992, Hidayat bersama seorang koleganya, Boyke Abidin, mendirikan Mittran dengan modal Rp 20 juta. Usahanya adalah menyediakan pelbagai macam keperluan dunia pertanian. Mulai dari peralatan pertanian, benih, pupuk, hingga mesin pertanian. Kala itu, Mittran sanggup meraih omzet miliaran rupiah saban tahun.
Hidayat sempat pula mencurahkan perhatiannya pada bunga krisan. Bunga yang bagus tumbuhnya di daerah tinggi itu pernah menjadi tanaman hias yang banyak dicari orang. Bertahun-tahun Hidayat berkecimpung di bisnis bunga mungil warna-warni ini. Hingga, ia bisa memiliki sekitar 30 hingga 40 gerai bunga yang tersebar di berbagai pusat perbelanjaan seputar Jakarta.
Sayang, kerusuhan 1998 di Jakarta membuat semua outlet bunga tersebut porak poranda. Padahal, ia telah merintis usaha itu selama hamper 10 tahun. Tidak ada yang ditimbulkan akibat kerusuhan itu. Bahkan, keadaan semakin diperparah dengan lesunya daya beli masyarakat.
Tapi, yang namanya usaha pasti ada pasang surutnya. Hidayat pun maklum akan kondisi ini. Setelah meninggalkan kegemilangan bisnis bunga krisan, ia mulai beralih menjadi pemasok mesin pertanian. “Bisnis bunga sudah berlalu, lantas bisnis distribusi komoditas pertanian pun marginnya tipis,” imbuh dia. Lalu, tahun 2002, Hidayat mencoba membuat sendiri mesin pertanian ini.
Seiring berjalannya waktu, ia merasa harus mengambil satu spesialisasi dalam membuat mesin pertanian agar lebih fokus. Akhirnya, pilihan jatuh pada mesin pengolah sampah. “Ini bahan baku yang murah untuk bikin mesin pembuat pupuk, “ begitu alasan Hidayat.
Selain itu, Hidayat melihat bahwa sampah kini sudah menjadi masalah pelik, tidak cuma di tingkat pemerintah lokal, tapi juga nasional. Artinya, sampah sebagai bahan baku berlimpah ruah.
Lewat pengetahuan otodidak dan baca sana-sini, ia berhasil menciptakan mesin pengolah sampah yang diberi nama: Sistem Mengolah Sampah Terpadu alias Simaster. Selain dapat mengolah sampah, mesin ini bisa menghasilkan bahan baku pembuat pupuk organik. Inilah salah satu keunggulan dari Simaster.
Awalnya, Hidayat mencoba membeli bahan baku sampah dari masyarakat sekitar. Tapi, ia jadi berpikir kalau langkah ini terus dilakoni akan menambah beban biaya. Sampai kemudian tercetus ide untuk jadi pebisnis sampah mulai dari hulu hingga hilir.
Mittran menjadi pengepul sampah dari masyarakat. Langkah ini ditempuh supaya ia tidak lagi membeli sampah dari masyarakat. Di samping itu, ia menawarkan paket program pembelian mesin pengolah sampah. Selain membeli mesin, si pembeli juga akan diberi pelatihan mengolah sampah dengan benar dan bisa menghasilkan pendapatan dari sampah lewat bahan baku pupuk organik.
Beragamnya paket pelayanan berujung pada omzet yang diraih Mittran. Dari layanan petugas kebersihan, Hidayat berhasil meraih penghasilan Rp 90 juta per bulan. Lantas, dari penjualan mesin pengolah sampah ia bisa meraup omzet Rp 300 juta per bulan. Kemudian, dari hasil menjajakan pupuk organik dan biomassa, ia bisa meraup omzet sekitar Rp 50 juta – Rp. 60 juta per bulan.
Sepertinya, jadi tukang sampah beromzet miliaran merupakan pilihan hidup Hidayat. “Sudah nasib,” kata Hidayat yang punya cita-cita jadi ahli pertanian ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri sumbang Saran Untuk Indonesia Hijau, Terima kasih atas Kunjungan dan Komentarnya, Sukses untuk Anda...Salam Hijau Indonesia.