Siapa Mau Peduli Lingkungan Hidup?
Oleh: TM Luthfi Yazid
Tanggal 11 Maret 1982 adalah pertama kali kita memiliki undang-undang (UU) yang mengatur tentang lingkungan hidup di
UU tersebut menjanjikan sebuah harapan bagi pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Pada awal kelahirannya, UU ini merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa
Pertama, adanya perangkat hukum yang mengatur masalah lingkungan, pada waktu itu, bukan saja merupakan suatu hal yang langka tetapi belum pernah terjadi. Bagi suatu negara yang tergolong developing country memiliki aturan hukum lingkungan dianggap sebagai suatu negara yang maju, sekurang-kurangnya dalam hal ketersediaan peraturan perundang-undangan.
Kedua, lahirnya hukum lingkungan pada prinsipnya merupakan suatu kritik dari para cendekiawan, intelektual dan ahli hukum atas dampak-dampak yang dilahirkan oleh pembangunan. Yakni bahwa pembangunan dan teknologi yang dikembangkan selama ini ternyata juga membawa dampak yang menyedihkan terhadap lingkungan hidup. Salah seorang yang sejak dini telah menaruh concern terhadap masalah lingkungan hidup adalah Bapak Kusumasmoro, seorang diplomat senior yang sempat menjadi dutabesar di beberapa negara di antaranya di
Tak dapat dipungkiri juga bahwa kelahiran UULH diilhami juga oleh konferensi internasional tentang lingkungan hidup di Stockholm, Swedia, pada tahun 1972. Pertemuan ini, yang dihadiri wakil
Diundangkannya UULH di Indonesia juga didorong oleh fakta bahwa persoalan lingkungan hidup yang muncul semakin banyak, terutama karena semakin berkembangnya industrialisasi. Seperti disaksikan, industrialisasi memegang peranan penting dalam pembangunan di republik ini. Bahkan perkembangan ekonomi
Persoalannya sekarang ialah: apakah dengan adanya pranata hukum berupa UULH itu kemudian masalah-masalah lingkungan dapat terkurangi dan tertangani? Apakah dengan dicantumkannya sanksi yang begitu berat dalam UULH seperti pencemaran yang dilakukan sengaja diancam pidana 10 tahun dan denda Rp 100 juta disebutkan pasal 22 UULH dapat membuat pelaku pencemaran insyaf untuk tidak melakukan pencemaran lingkungan? Atau dengan pertanyaan lain, apakah kesadaran kalangan dengan adanya UULH semakin meningkat? Begitu juga kesadaran seluruh masyarakat, apakah menjadi lebih baik? Baik dalam lingkup besar maupun kecil persoalan lingkungan agaknya akan terus mencuat di masa mendatang. Sekadar contoh, kita membaca polemik masalah lingkungan berkaitan dengan disetujuinya UU Ketenaganukliran beberapa hari yang lalu. Atau sebelumnya terjadi polemik aspek lingkungan dari Penambangan Emas Busang. Masih banyak contoh yang lainnya.
Sebab itu, berharap adanya suatu perubahan dengan hanya mengandalkan pada aturan-aturan hukum dalam suatu hal yang keliru. Sebab, di zaman apa pun dan dimana pun, adanya aturan hukum tak pernah mengubah suatu keadaan. Sebab yang dapat mengubah keadaan adalah suatu komitmen dan tekad untuk mengubah itu sendiri. Katakanlah kita memiliki suatu aturan mengenai lingkungan hidup. Tapi apabila tidak ada tekad secara sungguh-sungguh untuk menjalankannya, maka segala aturan itu hanya akan menjadi catatan di atas kertas, tak akan pernah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Sungguh pun sebuah aturan sudah sangat berat sanksinya, bahkan dengan hukuman mati sekali pun, namun bila law enforcement-nya lemah, maka hukum tersebut akan menjadi
mandul, dan tidak ada artinya.
Sama halnya dengan hukum lingkungan yang kita miliki sekarang. Selain UULH tentu saja kita memiliki banyak aturan hukum lingkungan di bawah UU sebagai peraturan pelaksanaannya. Tapi ketentuan-ketentuannya banyak menjadi "pasal mati". Misalnya, ketentuan-ketentuan tentang pencemaran lingkungan, sangat jarang yang bisa diterapkan untuk menjaring para pelaku pencemar. Hukum boleh terus diciptakan, tapi apalah artinya bila perusahaan lingkungan terus berlanjut.
Beberaapa catatan atau kasus-kasus perusakan lingkungan di bawah ini barangkali bisa menjadi catatan kita betapa hukum lingkungan kita belum bisa berlaku efektif. Berikut ini hendak disebutkan beberapa contoh penegakan hukum lingkungan secara pidana, perdata maupun mediasi yang pernah terjadi di
Pertanyaan yang kemudian muncul ialah apa sebab penegakan hukum lingkungan kita masih lemah?
Kedua, lemahnya aparat penegah hukum terutama polisi yang bersikap pasif dalam menangani kasus-kasus lingkungan. Mereka umumnya tidak mau menangani kasus-kasus yang muncul sebelum adanya pengaduan atau reaksi dari masyarakat. Sikap pasif seperti ini tentu saja merugikan penegakan hukum lingkungan. Ketiga, belum adanya peraturan-peraturan pelaksana yang memadai dari UULH. Misalnya saja ketentuan tentang ganti rugi dalam Pasal 22 UULH yang harus diatur dalam peraturan pelaksana. Akan tetapi sampai sekarang peraturan pelaksana yang dimaksud belum juga muncul. Akibatnya, akan sulit menetapkan adanya sanksi terhadap pelaku pencemaran atau perusak lingkungan sebab tidak ada ketentuan pelaksananya.
Keempat, adanya arogansi sektoral di mana masing-masaing sector terkadang punya arogansi dalam menangani masalah-masalah lingkungan yang muncul, misalnya kasus lingkungan muncul di wilayah Departemen Kehutanan, akan tetapi Departemen Kehutanan menganggap bukan kewenangannya namun kewenangan Departemen Pertambangan dan lain sebagainya.
Itulah beberapa kendala yang mesti diatasi dalam konteks penegakan hukum lingkungan di
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri sumbang Saran Untuk Indonesia Hijau, Terima kasih atas Kunjungan dan Komentarnya, Sukses untuk Anda...Salam Hijau Indonesia.