Frekuensi bencana terkait iklim dan cuaca di
Indonesia terus meningkat dalam 10 tahun terakhir. Perubahan iklim
kerap menjadi kambing hitamnya. Namun, kekeliruan pengelolaan
lingkungan sebenarnya berperan besar terhadap peningkatan frekuensi
bencana.
Kajian Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) tahun 2011 menyebutkan, tren bencana di Indonesia
meningkat dari tahun ke tahun. Jika tahun 2002 hanya tercatat 190
kejadian bencana, pada 2010 terdapat 930 kejadian. Bahkan, tahun 2009
terjadi 1.954 kejadian.
Dari total kejadian
bencana itu, hampir 79 persen merupakan bencana hidrometeorologi, yaitu
bencana yang terkait cuaca dan iklim. Bencana ini antara lain banjir,
kekeringan, tanah longsor, puting beliung, kebakaran hutan dan lahan,
serta gelombang pasang.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo
Purwo Nugroho menyebutkan, tahun 2002 frekuensi bencana
hidrometeorologi di Indonesia yang tercatat 134 kejadian. Tahun 2010
mencapai 736 kejadian. Pada tahun 2009 melonjak sampai 1.234 kejadian.
Tak
hanya peningkatan frekuensi, dampak dan luasan bencana
hidrometeorologi juga meningkat. Jumlah korban bencana hidrometeorologi
di Indonesia yang tewas selama delapan tahun terakhir mencapai 4.936
orang, sebanyak 17,7 juta orang menderita dan mengungsi, ratusan ribu
rumah rusak, dan lebih dari 2,5 juta rumah terendam banjir. Jumlah
korban ini memang relatif kecil dibandingkan dengan korban tewas akibat
bencana geologi, seperti gempa bumi dan tsunami, yang berkisar 200.000
jiwa dalam kurun waktu sama.
Dalam laporan
Global Humanitarian Forum (The Anatomy of Silent Crisis, 2009)
disebutkan, bencana hidrometeorologi akan menjadi ancaman terbesar
manusia pada tahun-tahun mendatang. Laporan ini secara lugas menuding
perubahan iklim sebagai penyebabnya.
Benarkah peningkatan bencana hidrometeorologi hanya disebabkan oleh iklim yang berubah?
Laporan
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menunjukkan, iklim
global telah berubah. Pengaruh perubahan iklim menyebabkan pola curah
hujan berubah. Tidak hanya tebal hujan yang berubah, intensitas, durasi,
dan sebaran curah hujan juga berubah. Perubahan iklim global juga
sangat memengaruhi perubahan pola aliran, seperti penurunan
kecenderungan curah hujan tahunan.
Secara global,
curah hujan tahunan terus meningkat di daerah lintang tengah dan tinggi
di belahan bumi utara, yakni 0,5-1 persen per dekade, kecuali di Asia
Timur. Di daerah subtropik, rata-rata curah hujan berkurang sekitar 0,3
persen per dekade, sedangkan di daerah tropis meningkat 0,2-0,3 persen
per dekade selama abad ke-20. Sebagian besar terjadi di belahan bumi
bagian utara. Adapun perubahan curah hujan di belahan bumi bagian
selatan belum diketahui secara komprehensif.
Sutopo
mengatakan, beberapa penelitian skala kecil telah banyak dilakukan di
daerah-daerah tropis di belahan bumi bagian selatan, seperti di
Indonesia. Perubahan iklim global telah membawa perubahan pola musim
lokal.
Secara rata-rata jumlah hujan pada musim
hujan (Oktober hingga Maret untuk wilayah Jawa) adalah 80 persen dari
jumlah hujan tahunan. Perubahan pola musim terjadi dengan pertambahan
lama musim kering dan peningkatan rasio jumlah hujan pada musim hujan
terhadap musim kering yang meningkat di atas 80 persen. Hal ini semakin
diperparah dengan terjadi penurunan akumulasi total hujan tahunan
secara persisten hampir di seluruh wilayah Indonesia dalam lima dekade
terakhir sehingga potensi air tercurah berkurang.
Selain
itu, suhu bumi meningkat 0,7 celsius dalam 100 tahun. ”Secara teori,
peningkatan suhu ini meningkatkan penguapan. Kadar air di udara
meningkat. Stabilitas udara terganggu sehingga lebih tidak stabil.
Akibatnya, gejala-gejala cuaca lebih dinamis. Kondisi ekstrem pun bisa
lebih sering terjadi,” kata Hidayat Pawitan, pakar perubahan iklim dari
Institut Pertanian Bogor.
Alam dan manusia
Menurut
Hidayat, kesalahan pengelolaan lingkungan juga berpengaruh besar
terhadap meningkatnya intensitas bencana di Indonesia. Karena itu, dia
mengingatkan, agar perubahan iklim tidak menjadi kambing hitam atas
segenap bencana yang terjadi.
Perubahan iklim
terjadi sangat lama dan dampaknya juga masih diperdebatkan. Namun,
kesalahan pengelolaan manusia bisa berlangsung dengan cepat.
Sutopo
mengatakan, meningkatnya bencana hidrometeorologi di Indonesia karena
kombinasi antara perubahan iklim dan degradasi lingkungan. Bahkan,
penelitian dia di Jawa menemukan, faktor degradasi lingkungan lebih
dominan menjadi penyebab banjir dibandingkan perubahan iklim.
Menurut
Sutopo, laju kerusakan hutan di Indonesia jauh lebih tinggi
dibandingkan kemampuan pemerintah dalam merehabilitasi lahan. Misalnya,
selama 2003-2006, laju kerusakan hutan 1,17 juta hektar per tahun,
sedangkan kemampuan pemerintah dalam merehabilitasi hutan dan lahan
setiap tahun hanya sekitar 450.000 hektar. Artinya, terjadi defisit
lebih dari 550.000 hektar per tahun. Terlebih lagi keberhasilan
penanaman pohon dalam rehabilitasi hutan dan lahan tidak mencapai 100
persen sehingga degradasinya akan lebih besar.
Dengan
laju kerusakan lingkungan yang terus meningkat, Sutopo memperkirakan,
bencana hidrometeorologi di Indonesia akan terus meningkat.
Berdampak luas
Sutopo
mengingatkan, bencana hidrometeorologi tak hanya menyebabkan korban
tewas, tetapi juga mengancam hidup manusia dalam bentuk kegagalan panen.
Penelitian
ahli meteorologi dari IPB, Rizaldi Boer, menyebutkan, perubahan iklim
ekstrem menyebabkan hilangnya produksi padi di Indonesia pada periode
1981-1990 sekitar 100.000 ton per tahun per kabupaten. Pada kurun
1991-2000 gagal panen meningkat menjadi 300.000 ton. Diramalkan pada
tahun 2050 terjadi defisit gabah kering sebesar 60 juta ton di
Indonesia.
"Jika bencana ini tak diantisipasi
secara menyeluruh, bukan hanya bencana alam yang terjadi, tetapi juga
bencana sosial. Harus ada perubahan fundamental dalam pengelolaan
lingkungan," kata Sutopo.
04 Mei 2011
Source:http://sains.kompas.com/read/2011/05/04/18224541/Bencana.Akibat.Ulah.Manusia.dan.Iklim
Best regards,
Owner Posko Hijau Google Blogs
Print this page
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri sumbang Saran Untuk Indonesia Hijau, Terima kasih atas Kunjungan dan Komentarnya, Sukses untuk Anda...Salam Hijau Indonesia.