Kini masalah sampah di kota-kota telah menjadi wacana di seluruh Indonesia. Apalagi saat Presiden RI terlibatkan dengan masalah sampah kota Bandung - yang bulan Mei 2006 saat Presiden RI berkunjung ke Bandung sampah makin menggunung di berbagai Tempat Pembuangan Sementara (TPS) karena tidak memiliki lahan TPA yang dekat kota. Dari beberapa dasawarsa lalu juga puluhan metode penyelesaian permasalahan sampah sudah di uji cobakan, dari skala terkecil sampai terbesar. Hasil penelitian tersebut telah memberikan gambaran bagi kita untuk memilih salah satu model bagi level permasalahan dan skala - yang berbeda antara satu negara atau daerah dengan lainnya. Karenanya harus diputuskan metoda paling tepat untuk diterapkan dengan menyesuaikan terhadap kondisi lingkungan dan sumber daya setempat.
Pada umumnya, dari sekian banyak pengujian teknologi pengomposan sampah rumah tangga sangat bergantung pada “keajaiban” bakteri baik bakteri aerob pun bakteri anaerob yang membantu proses fermentasi atau dekomposisi. Secara ilmiah berbagai hasil ekperimen tersebut sangat signifikan membantu mereduksi timbunan dan tingkat pencemaran kandungan toxid sampah rumah tangga.
Teknologi pengolahan sampah rumah tangga dengan memakai metode sebut saja sanitary Landfill, Mini Komposter, Bio Reaktor Mini, Vermicomposting, Incenerator, Open Windrow, Bak Aerasi, Bio Filter dan masih banyak lagi merupakan alternatif tawaran terhadap pilihan teknologi yang selama ini menjadi rujukan bagi pelaku untuk menyelesaikan permasalahan sampah. Masing – masing teknologi mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dalam penerapannya atau pengoperasianya, jika kita tidak berhati – hati menseleksi teknologi tersebut , tidak mustahil dapat memberikan akibat negatif yang fatal bagi penggunanya baik dari segi ekonomis, kesehatan, waktu dan emosi.
Mengapa bisa terjadi demikian ? hal ini dikarenakan tiap teknologi memiliki aneka spesifikasi misalnya ukuran-ukuran kuantitas, jenis bahan baku, perlakuan, perawatan khusus yang jika salah satu spesifikasi tak terpenuhi akan mengganggu proses secara keseluruhan sehingga kegagalan menjadi tidak terelakkan. Untuk menghindari pertanyaan–pertanyaan ketidak percayaan terhadap kemampuan teknologi tersebut hendaknya sosialisasi teknologi atau penjelasan secara mendetail harus dilakukan oleh para penggiat pengolahan sampah rumah tangga.
Untuk membantu pembaca dan calon pengguna, sebagian teknologi tersebut mungkin dapat menggunakan panduan sederhana untuk melakukan pilihan yang tepat yaitu 1. Bagaimana karakteristik sampah rumah tangga yang akan diolah; dan 2. Sesuaikan karakteristik sampah rumah tangga dengan kebutuhan tehnologi yang akan digunakan;
Dalam kesempatan ini akan dikenalkan teknologi dan metoda pengomposan - yang paling sederhana dilakukan di level rumah tangga yakni menggunakan media dekomposisi berupa komposter BioPhoskko®. Tatacara pengolahan sampah ini adalah langkah :
Pertama, mendapatkan sampah organik- material sisa dapat terurai (degradable) yang berasal dari makhluk hidup semisal kulit buah, sisa makanan, sisa sayuran, sisa ikan, kertas dan sejenisnya yang terpisah dari material an-organik ( plastik, kaca, kaleng dan logam).
Kedua, siapkan larutan bio aktivator kompos kota- Phoskko® (A) - sebagai suatu konsorsium mikroba guna mempercepat dekomposisi secara aerobic- dengan melarutkan 1- 2 sendok makan dalam 2-3 liter air. Larutan harus dibuat semerata mungkin dengan cara mengaduknya. Cipratkan keatas tumpukan sampah dalam tong sampah organik atau simpan terlebih dahulu dalam pot siram untuk memudahkan penggunaannya hanya dengan menyiramkan dan sisanya masih dapat disimpan untuk dapat digunakan bagi pengelolaan di hari berikutnya; Ketiga, masukan mineral penggembur Phoskko® (B) sekira 2-3 % dari bahan sampah yang akan diolah serta kemudian aduk agar tercampur merata;
Keempat, masukan tumpukan sampah tersebut kedalam Komposter BioPhoskko® serta tempatkan dibawah pohon atau tempat lainnya yang tidak terkena air hujan maupun sinar matahari;
Kelima, pada hari ke 5 sd 14 sebenarnya dekomposisi telah selesai maka tuangkan diatas tanah hingga material hasil dekomposisi - yang awalnya lembab- lengket menjadi gembur dan kering. Dengan didapatkannya kompos yang telah " dingin" maka akan siap digunakan atau dikemas untuk dijual secara komersial(***).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri sumbang Saran Untuk Indonesia Hijau, Terima kasih atas Kunjungan dan Komentarnya, Sukses untuk Anda...Salam Hijau Indonesia.